JAKARTA - Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terdapat azas ketidakadilan antara orang miskin dan pejabat. Pasalnya, meskipun mendapat Rp150ribu selama empat bulan, para pejabat menteri mempunyai anggaran Operasional Rp1,2 miliar per tahun.
Direktur Investigasi Dan Advokasi FITRA Uchok Sky Khadafi mengatakan, pemborosan anggaran bisa dilihat adanya perbandingan anggaran rumah tangga miskin dengan belanja operasional menteri yang mencapai Rp1,2 miliar per tahun.
"Rata-rata menteri punya anggaran operasional Rp100 juta per bulan, orang miskin hanya Rp150 ribu per bulan selama empat bulan. Ini ada kejanggalan, kenaikan BBM jangan menggencet orang miskin tapi juga harus menghapus subsidi belanja operasional buat menteri," kata Uchok di Cava Java Cafe, Jakarta, Minggu (23/6/2013).
Uchok mengatakan, dengan Rp100 juta setiap bulan tersebut membeli beli BBM saja bisa sebanyak 15.385 liter per bulan. Sedangkan rumah Tangga miskin, untuk realisasi BLSM sebesar Rp150 ribu. "Hanya untuk satu hari habis, bisa hanya untuk bayar utang, dan Beli Beras hanya cukup satu minggu," ujar Uchok.
Uchok mengatakan, jika rakyat miskin membeli BBM dari BLSM, maka mereka hanya mendapatkan 23 liter per bulan.
"Ini ketidakadilan belanja APBN buat meteri dan rakyat miskin. Seharusnya kalau menurut UU APBN, itu dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, harusnya rakyat yang makmur baru pejabat publiknya. Namun sekarang terbalik," ujar Uchok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar